Sebuah cara baru untuk mengkalkulasi umur kerak Bumi telah dikembangkan oleh para peneliti dari Universitas Bristol dan Universitas St. Andrews.
Kerak benua merupakan rekaman utama kondisi Bumi selama 4,4 milyar tahun terakhir. Pembentukannya mengubah komposisi lapisan mantel dan atmosfer, ia mendukung kehidupan, dan tetap sebagai pencuci karbon dioksida melalui cuaca dan erosi. Oleh karena itu, kerak benua memiliki peran utama dalam evolusi Bumi, dan sekalipun begitu pewaktuan turunannya tetap menjadi topik perdebatan hangat.
Secara luas diyakini bahwa kerak benua muda telah bertumbuh dari mantel bagian atas yang menipis. Satu cara umum untuk mengetahui kapan kerak baru terbentuk ialah dengan menentukan komposisi isotop radiogenik dari sampel kerak, dan membandingkan ciri-ciri isotopnya dengan mantel yang telah menipis. Dengan kata lain, isotop radiogenik dapat digunakan untuk mengkalkulasi 'model umur' pembentukan kerak, yang merepresentasikan waktu karena sampel kerak terpisah dari sumber mantelnya.
Konsep 'model umur' telah secara luas digunakan dalam studi-studi evolusi kerak selama tiga dekade terakhir. Namun semakin jelas bahwa menggunakan komposisi isotop dari mantel yang menipis sebagai sebuah referensi kalkulasi model umur turunan kerak benua bisa membawa kepada interpretasi yang tidak lengkap.
Dalam sebuah makalah yang diterbitkan kemarin di jurnal Science, Dr. Bruno Dhuime dari Sekolah Ilmu Bumi Bristol dan para koleganya menggambarkan sebuah metodologi baru bagi kalkulasi model umur, berdasarkan komposisi isotop dari rata-rata kerak benua baru.
Dr. Dhuime mengatakan: "Usia yang dihitung dengan cara ini secara signifikan lebih muda dari model umur yang dihitung dari komposisi isotop mantel yang menipis. Usia baru yang didapatkan lebih konsisten dengan rekaman geologis, yang membuka perspektif baru dalam studi evolusi kerak berdasarkan isotop radiogenik." Demikian seperti yang dikutip dari Physorg (13/01/11).
Kerak benua merupakan rekaman utama kondisi Bumi selama 4,4 milyar tahun terakhir. Pembentukannya mengubah komposisi lapisan mantel dan atmosfer, ia mendukung kehidupan, dan tetap sebagai pencuci karbon dioksida melalui cuaca dan erosi. Oleh karena itu, kerak benua memiliki peran utama dalam evolusi Bumi, dan sekalipun begitu pewaktuan turunannya tetap menjadi topik perdebatan hangat.
Secara luas diyakini bahwa kerak benua muda telah bertumbuh dari mantel bagian atas yang menipis. Satu cara umum untuk mengetahui kapan kerak baru terbentuk ialah dengan menentukan komposisi isotop radiogenik dari sampel kerak, dan membandingkan ciri-ciri isotopnya dengan mantel yang telah menipis. Dengan kata lain, isotop radiogenik dapat digunakan untuk mengkalkulasi 'model umur' pembentukan kerak, yang merepresentasikan waktu karena sampel kerak terpisah dari sumber mantelnya.
Konsep 'model umur' telah secara luas digunakan dalam studi-studi evolusi kerak selama tiga dekade terakhir. Namun semakin jelas bahwa menggunakan komposisi isotop dari mantel yang menipis sebagai sebuah referensi kalkulasi model umur turunan kerak benua bisa membawa kepada interpretasi yang tidak lengkap.
Dalam sebuah makalah yang diterbitkan kemarin di jurnal Science, Dr. Bruno Dhuime dari Sekolah Ilmu Bumi Bristol dan para koleganya menggambarkan sebuah metodologi baru bagi kalkulasi model umur, berdasarkan komposisi isotop dari rata-rata kerak benua baru.
Dr. Dhuime mengatakan: "Usia yang dihitung dengan cara ini secara signifikan lebih muda dari model umur yang dihitung dari komposisi isotop mantel yang menipis. Usia baru yang didapatkan lebih konsisten dengan rekaman geologis, yang membuka perspektif baru dalam studi evolusi kerak berdasarkan isotop radiogenik." Demikian seperti yang dikutip dari Physorg (13/01/11).
=============================================
Terima kasih untuk berkenan membaca isi blog ini, semoga dapat memberikan manfaat yang berarti bagi perkembangan dunia pendidikan kita. Atas segala kekurangannya saya menyampaikan permohonan maaf dan berkenan kiranya untuk meninggalkan komentar atas isi artikel ini. Salam Hormat untuk semuanya
0 comments:
Post a Comment