Akhirnya, berita itu pun sampai juga kepada Ummul Mukminin Aisyah, diceritakan oleh seorang wanita Muhajirin. Ia sangat terkejut mendengarnya, hampir-hampir membuatnya pingsan. Aisyah tenggelam dalam kesedihan, dan tak mampu membendung air matanya yang berjatuhan.
Ia pergi menjumpai ibunya, dengan membawa beban perasaan yang cukup berat. "Ampun, Ibu," katanya. "Orang-orang sudah begitu rupa bicara di luar, tapi sama sekali tidak ibu katakan kepadaku."
Melihat kesedihan yang begitu menekan perasaan putrinya, sang ibu berupaya menghiburnya. Namun Aisyah, belum terhibur juga. Ia merasa lebih pedih lagi bila teringat sikap Nabi kepadanya yang terasa kaku, padahal biasanya beliau sangat lemah-lembut.
Keadaan Rasulullah sebenarnya tidak lebih enak daripada istrinya. Beliau merasa tersiksa karena percakapan orang mengenai keadaan rumah tangganya. Akhirnya tak ada jalan lain, Rasulullah harus menemui sendiri istrinya dan dimintanya supaya mengaku. Beliau masuk menemui Aisyah. Di tempat itu ada orang tuanya dan seorang wanita dari Anshar. Aisyah sedang menangis dan wanita itu juga demikian.
Rasulullah berkata, "Wahai Aisyah, engkau sudah mengetahui apa yang menjadi pembicaraan orang. Hendaknya engkau takut kepada Allah jika engkau telah melakukan suatu kejahatan seperti apa yang dikatakan orang. Bertaubatlah engkau kepada Allah, sebab Allah akan menerima segala taubat yang datang dari hamba-Nya."
Sambil menangis, Aisyah berkata, "Demi Allah, aku samasekali tidak akan bertaubat kepada Allah seperti yang kau sebutkan itu. Aku tahu, kalau aku mengiakan apa yang dikatakan orang, sedang Allah mengetahui bahwa aku tidak berdosa, berarti aku mengatakan sesuatu yang tak ada. Tetapi kalau pun kubantah, kalian takkan percaya."
Ia diam sebentar. Kemudian sambungnya lagi, "Aku hanya dapat berkata seperti apa yang dikatakan oleh ayah Yusuf: 'Maka sabar itulah yang baik, dan hanya Allah tempat meminta pertolongan atas segala yang kamu ceritakan itu!"
Sejenak keadaan jadi sunyi. Akan tetapi begitu Rasulullah hendak meninggalkan tempat itu, tiba-tiba beliau terlelap oleh kedatangan wahyu, seperti biasanya. Beliau segera diselimutkan dan sebuah bantal dari kulit diletakkan di bawah kepalanya.
Dalam hal ini Aisyah berkata, "Aku sendiri samasekali tidak merasa takut dan tidak peduli setelah melihat kejadian ini. Aku tahu bahwa aku tidak berdosa, dan Allah tidak akan berlaku tidak adil terhadap diriku. Sebaliknya orang tuaku, setelah Rasulullah SAW terjaga, aku kira nyawa mereka akan terbang karena ketakutan, kalau-kalau wahyu dari Allah akan memperkuat apa yang dikatakan orang."
Setelah Rasulullah terjaga, beliau duduk kembali dengan keringat bercucuran. Sambil menyeka keringat dari dahinya, beliau bersabda, "Gembirakanlah hatimu, Aisyah! Allah telah membebaskan kau dari tuduhan."
"Alhamdulillah," kata Aisyah.
Kemudian Rasulullah pergi ke masjid, dan membacakan ayat-ayat berikut ini kepada kaum Muslimin:
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.
Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata."
Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta.
Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.
(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.
Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar."
Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.
Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui."(QS An-Nuur: 11-19)
Dalam hubungan ini pula datangnya ketentuan hukuman terhadap orang yang melemparkan tuduhan buta kepada kaum wanita yang baik-baik. "Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS An-Nuur: 4)
Untuk melaksanakan ketentuan Al-Qur'an, mereka yang telah menyebarkan berita keji itu—Mistah bin Utsatsah, Hassan bin Tsabit dan Hamnah binti Jahsy, masing-masing mendapat hukuman dera delapan puluh kali.
Namun sesudah itu pun Hassan bin Tsabit kembali diterima dan mendapat kasih sayang Rasulullah. Beliau juga meminta Abu Bakar agar jangan mengurangi kasih sayangnya kepada Mistah seperti yang sudah-sudah.
Sejak itu selesailah peristiwa dusta ini dan tidak lagi meninggalkan bekas di seluruh Madinah. Aisyah pun sembuh dari sakitnya, lalu kembali ke rumahnya di tempat Rasulullah, kembali dalam kedudukannya yang tinggi di hati seluruh kaum Muslimin. Dengan demikian, Nabi SAW kembali dapat mengabdikan diri kepada ajarannya dan pembinaan kaum Muslimin sebagai suatu persiapan guna menghadapi perjanjian Hudaibiyah.