بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم
Segala puji bagi Allah ta’ala, dengan segala hikmahnya, Yang menjadikan Kebahagiaan itu bertempat di hati-hati manusia bukan pada selainnya. Ini merupakan salah satu dari sekian banyak rahmat Allah kepada seluruh hamba-Nya.
Allah ta’ala berfirman:
Penggunaan ayat ini sebagai landasan pembahasan sangatlah tepat, sebab Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berbahagia mendapatkan karunia dan rahmat Allah. Kebahagiaan dan kesenangan ini mengikuti Pemberi karunia dan rahmat. Orang yang mendapatkan kemurahan dan kebaikan memang sangat layak untuk berbahagia.
Ibnu Abbas, Qatadah, Mujahid, Al-Hasan dal selain mereka menyatakan bahwa maksud karunia Allah di sini adalah Islam, sedangkan rahmat-Nya adalah Al-Qur’an. Mereka menganggap rahmat Allah lebih khusus daripada karunia. Karunia-Nya yang khusus diberikan secara umum kepada semua kaum muslimin. Sedangkan rahmat-Nya yang berupa pendalaman Al-Qur’an menjadi milik sebagian di antara mereka tanpa dimiliki oleh sebagian yang lain. Allah menjadikan mereka sebagai orang-orang muslim karena karunia-Nya, dan menurunkan Al-Qura’an kepada mereka dengan rahmat-Nya. Firman Allah ta’ala:
Menurut Abu Sa’id Al-Khudry, karunia Allah artinya Al-Qur’an, sedangkan rahmat Allah adalah kita yang dijadikan sebagai ahli Al-Qur’an.
Allah menjadikan Kebahagiaan itu menempati tempat yang indah di dalam hati, tidak pada selainnya. Subhanallah, Kita memuj-Nya. Allah adalah Maha Bijaksana dan Maha Adil dalam segala sesuatu. Tidaklah Allah menjadikan Kebahagiaan itu berada pada kekayaan, tidak pula pada kedudukan yang tinggi, tidak pada perbendaharaan dunia seluruhnya. Namun, Allah menjadikannya berada di hati-hati manusia.
Betapa banyak orang-orang yang memiliki kekayaan namun hatinya tidak bahagia karenanya. Betapa banyak orang orang yang memiliki kedudukan dan ketenaran tetapi bunuh diri karena tidak bahagia.
Inilah hikmah yang besar, mengapa Allah menempatkan Kebahagiaan itu berada pada hati-hati manusia. Sehingga setiap orang dapat merasakan Kebahagiaan. Orang yang kaya dapat merasakan Kebahagiaan, orang yang miskin dapat merasakan Kebahagiaan, orang yang berkedudukan maupun tidak dapat merasakan Kebahagiaan. Anak-anak dan orang yang telah berumur-pun dapat merasakan Kebahagiaan.
Ibnul qoyyim menyebutkan bahwa Kebahagiaan adalah kelezatan yang ada di dalam hati karena mengetahui yang dicintai dan mendapatkan yang diinginkan. Hal ini menimbulkan suatu keadaan yang disebut Kebahagiaan dan kesenangan, sebagaimana kesedihan dan kedukaan karena kehilangan yang dicintai. Jika kehilangan yang dicintai ini menimbulkan kesedihan dan kedukaan, maka mengingat karunia dan rahmat Allah, yaitu segala yang dicintainya mendatangkan Kebahagiaan. Firman-Nya:
Sungguh Kebahagiaan yang haqiqi adalah Kebahagiaan yang senantiasa terkait kepada Allah. Ini adalah Kebahagiaan yang terpuji. Sedangakan Kebahagiaan yang tidak terkait dengan sesuatu apaun atau bahkan menjadikan orang itu lalai dari karunia Allah, maka Kebahagiaan inilah yang tecela, sebagaimana Allah melarangnya, karena ini termasuk membanggakan diri. Allah berfirman tentang Qarun:
Kebahagiaan yang terkait dengan keduniaan dan melalaikan dari karunia Allah, yang seperti ini merupakan istidraj dari Allah dan kecelakaan bagi orang-orang yang lalai. Sebagaimana Allah berfirman:
Kita berlindung dari Allah dari segala sesuatu yang melalaikan kita dari mengingat Allah, Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un.
Kemudian bagaimana Kebahagiaan dan kesenangan yang terpuji. Yaitu Kebahagiaan yang terkait dengan karunia dan rahmat dari Allah. Hal ini ada dua macam, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qoyim:
- Karunia yang terkait dengan sebab dan akibat
- Karunia yang terkait dengan Allah, Rasul-Nya, iman, as-Sunnah, ilmu dan Al-Qur’an, dan inilah kedudukan yang paling tinggi bagi orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang Allah.
Allah berfirman:
Kebahagiaan yang terkait dengan ilmu, iman dan as-Sunnah merupakan dalil pengagungan dan kecintaan pemiliknya kepada tiga perkara ini daripada selainnya. Kebahagiaan seorang hamba yang terkait dengan sesuatu pada saat mendapatkannya, tergantung dari kecintaannya kepada semua itu. Semakin besar cintanya kepada sesuatu, semakin besar pula Kebahagiaannya ketika mendapatkannya.
Siapa yang tidak mempunyai kecenderungan terhadap sesuatu, maka dia tidak akan merasa senang ketika mendapatkannya dan tidak pula sedih saat kehilangannya. Bahagia mengikuti kecintaan dan kesenangan.
Perbedaan dari bahagia dan girang adalah pada waktunya, jika Kebahagiaan itu didapatkan setelah mendapatkan yang dicintai ataupun yang disenangi, kegirangan adalah sebelum mendapatkan apa-apa yang dicintai, tapi yakin akan mendapatkannya. Allah berfirman:
Kebahagiaan merupakan jenis-jenis kenikmatan hati yang paling tinggi. Kebahagiaan dan kesenangan merupakan kenikmatan hati, sedangkan kesedihan dan kedukaan adalah siksaan hati.
Demikianlah Allah meletakkan Kebahagiaan yang sebenarnya di hati-hati orang yang beriman, karena ilmu mereka, iman mereka dan ketundukan mereka kepada syari’at yang Allah turunkan untuk mereka. Inilah Kebahagiaan yang hakiki, Kebahagiaan berupa ketaqwaan, yang mereka akan mendapatkan balasannya, berupa kesempurnaan Kebahagiaan di surga Allah. Kita memohon kepada Allah Kebahagiaan dan kebaikan di akhirat dan berlindung dari Kebahagiaan yang fana yang melalaikan kita dari berdzikir kepada Allah.
Semoga Sholawat senantiasa mengalir kepada Nabi Muhammad, keluarga, sahabat dan yang mengikuti mereka hingga hari kiamat.
Referensi:
Kitab Madarijus Salikin oleh Imam Ibnul Qoyyim rohimahullah.
================================
Terima kasih untuk berkenan membaca isi blog ini, semoga dapat memberikan manfaat yang berarti bagi perkembangan dunia pendidikan kita. Atas segala kekurangannya saya menyampaikan permohonan maaf dan berkenan kiranya untuk meninggalkan komentar atas isi artikel ini. Salam Hormat untuk semuanya
0 comments:
Post a Comment