Bismillahirrahmanirrahim.
Siapapun, Insya Allah tidak ada yang tidak faham dengan istilah manusia
sekuler. Dalam sebuah literature An Nidzamul Islam disebutkan bahwa sekuler
adalah fashluddin ‘anil khayah, yakni memisahkan antara agama dan
kehidupan. Dalam arti, manusia yang dalam pandangan hidupnya tidak mau
mencampurkan antara urusan kehidupan dengan agama. Dunia dan agama harus
dipisahkan dan tidak dapat disatukan, ibarat air dan minyak.
Jalan hidup sekuler bisa terjadi dalam seluruh ranah kehidupan atau bisa juga
hanya pada perkara tertentu. Sekuler dalam seluruh ranah kehidupan adalah
mereka masih mengakui adanya Tuhan yakni Allah Swt, namun hanya sekedar klaim
bahwa dirinya bukan atheis (anti Tuhan). Hanya saja, Allah Swt tidak
diperbolehkan untuk ikut campur dalam urusan kehidupan manusia. Tuhan hanya
ditempatkan di ruang yang sangat sempit, di pojok mushola dan ruang sajadah.
Tuhan dilarang, dicegah, diusir, dihinakan, dilecehkan, dilikuidasi, dan
diharamkan jika ikut campur mengurus persoalan manusia.
Faham sekuler dewasa ini, secara ideologis lebih disebut dengan kapitalisme ataupun
sosialisme demokasi, kecuali sosialisme atheisme. Mereka bisa dilihat dari sisi
pemikiran yang dibangun serta solusi yang diterapkan baik secara individual
ataupun dalam tingkat sistem ketatanegaraan. Dalam contoh sistem ketatanegaraan
misalnya adanya trias politica dimana negara harus diatur dengan tiga
subsistem besar yakni legeslatif (lembaga pembuat hukum kehidupan),
eksekutif (lembaga pelaksana hukum), dan yudikatif (lembaga peradilan,
pengontrol implementasi hukum).
Fakta trias politica yang kini menjadi ideologi dunia bersumber dari Eropa yang
dimulai oleh John Locke (1672-1704) dan Montesquieu (Prancis), dan tokoh lain
seperti hanya Thomas Hobbes dan JJ.Rousseau. Tokoh-tokoh tersebut dipastikan
adalah kaum non-muslim yang berlari mencari solusi di tengah abad kegelapan
Eropa. Hingga hari ini, bisa dilihat (dalam studi kasus Amerika dan Indonesia)
menjadi negara sekuler, yakni Tuhan masih terakui namun tidak pernah sekalipun
hukum Allah Swt dijadikan referensi penetapan sistem. Mereka di lembaga
legeslatif berkumpul antara muslim, tokoh lintas agama, dan unsur lainya untuk
bersama membuat hukum yang akan diserahkan pada pihak eksekutif.
Padahal dalam Islam sudah demikian tegas merupakan sistem holistic,
totalitas yang mengatur agama dan kehidupan—tanpa memisahkan sedikitpun.
Urusan apapun akan demikian terjelaskan dalam Islam (Al Qur’an dan Al Hadits)
sejak dari persoalan, perilaku pribadi (private) hingga ranah sistem sosial,
ketatanegaraan dan hubungan internasional. Semua telah tersedia bagi manusia,
tinggal menggunakan, tidak bertele-tele, tidak ada atau lower cost, merahmati
seluruh alam dan agama lain. Sementara itu, sistem sekularisme terus membuat
repot, pusing, perdebatan, biaya tinggi, rakyat rusak, sumber korupsi, penipuan,
proyek fiktif, sarang penyakit sosial, dst. Itulah sekularisme.
Dalam masalah keilmuan, juga terdapat virus sekuler. Mereka dengan sombongnya
bahwa Tuhan harus disingkirkan dalam persoalan ilmu pengetahuan. Misalnya
ketika berbicara tentang penciptaan manusia, maka mereka meyakini sebuah teori evolusi
materialism (tathowwurul madah) yang dikembangkan oleh F.Galton ataupun
Charles Darwin. Dengan teorinya, Darwin meyakini bahwa manusia berasal dari
keturunan kera, walaupun teorinya terbantahkan sendiri dengan adanya konsepsi missing
link, yakni jaringan yang terputus. Sementara itu dalam Al Quran secara
tegas mengatakan bahwa manusia adalah keturunan Adam as. Bukankah kita berfikir
sederhana bahwa dalam ilmu genetika terlebih lagi dengan ditemukanya ilmu DNA
(Deoxyribonucleic Acid), suatu hal yang super hayali jika manusia
adalah genetika kera. Tapi ya itulah sekularisme.
Sekulerpun juga mamasuki dunia pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi
dan ilmu perilaku lainya. Dalam dunia pendidikan, jika tujuan dan sasaran hanya
diperuntukkan pembentukan dan perubahan perilaku tanpa didasari asas akidah
Islamiyah yang benar, maka sudah masuk dalam ranah sekuler. Dampaknnya tentu
luar biasa. Sebab bagaimanapun manusia akan mengalami kekeringan mental
psikologis jika pendidikan tidak disatukan dengan nilai spiritual. Jepang,
suatu contoh, dengan spiritual yang kering akhirnya dalam data statistik
ditemukan angka bunuh diri rerata seratus orang tiap hari!!! Korea Selatan,
walaupun bagian dari negara industri “Macan Asia”, namu disebabkan
spiritual yang kosong maka “tendang menedang fisik kedisiplinan merupakan
bagian dari sebuah kultur”. Apalagi Amerika (gembong sekularisme), dalam
satu tahun saja terdapat dua puluh juta aneka kasus kejahatan.
Dalam ilmu perilaku, pernah suatu ketika kami mendengarkan siaran radio dalam
rubrik Psikologi, dimana terdapat penanya yang ingin sebuah solusi atas rasa
rindu dengan pacarnya. Dijawab oleh nara sumber sebuah saran agar sesegera
mungkin membuat jadwal acara kapan ada pertemuan fisik sehingga dapat
menumpahkan dan meredakan rasa kangen rindunya. Rekomendasi berupa ide dan saran
tersebut merupakan bentuk sekularisme. Sebab bagaimanapun dalam sistem Islam,
ada aturan main untuk mengatur dan mengatasi naluri seksual (gharizah
nauk) tersebut. Jika solusinya sekuler maka hal tersebut sama dengan
menyuruh sebuah kemaksiatan bahkan perzinahan. Jika demikian ya wajar jika
banyak kehamilan di luar nikah, aborsi, perselingkuhan dan pembunuhan atas
motif cinta.
Sewajibnyalah, sikap seorang muslim tidak boleh sekuler, dan harus menerima
Islam secara utuh. Hal ini antara lain berdasarkan firman Allah Swt dalam Al
Quran surat 2:208 yang artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah
kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut
langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu”. Jadi
pada ayat tersebut diperintahkan untuk hidup beriman dan ber Islam secara total,
menyeluruh, kaffah 360 derajad. Dengan konsistensi tersebut maka akan
menjamin kehidupan manusia akan sehat dalam ranah fisik dan mental baik secara
pribadi, keluarga, sosial hingga sistem kenegaraan dan internasional. Mengapa
demikian, sebab ajaran Islam demikian sempurna, seluruh ajaran baik dari ribuan
ayat Al Quran maupun ratusan ribu hadits memiliki hubungan sistem komprehensif,
saling menguatkan, bahkan tidak ada yang bertentangan satu sama lain.
Sebaliknya, justru bagi kaum yang sekuler kami pandang akan mendatangkan sebuah
malapetaka dunia, penuh kerusakan dan biang kerok gangguan jiwa di tengah
masyarakat. Sebab, sumber pokoknya, ketika seseorang berjalan start nol
kilo meter jalan sekuler (kemungkaran 1) maka nanti akan merembet pada
kemungkaran-kemungkaran lainya. Dapat dikatakan, ketika seseorang tidak
mau diatur dengan aqidah dan syariah Allah Swt maka akan menganggap biasa dan
tidak beban dosa ketika berbuat penyimpangan. Akhirnya, perilaku berbohong,
sombong, munafik, dzolim, mengutil, korupsi, suap menyuap, membuat hukum sesuai
hawa nafsu, mark up anggaran, dst. dapat dikategorikan sebagai bentuk gangguan
jiwa.
Bahkan gangguan jiwa seperti ini jauh sangat membahayakan. Sebab jika sesorang
sakit jiwa semisal schizophrenia hingga tidak mampu kontak normal
dengan dunia luar, dampaknya ya hanya kepada orang yang bersangkutan. Namun
demikian, jika gangguan mental tersebut dalam bentuk atau jenis sekuler maka
dampaknya tentu luar biasa. Disamping merugikan pada dirinya, maka kerusakan
lingkungan sosial dan fisik demikian membahayakan, baik secara lokal, nasional
ataupun internasional.
Misalnya, ketika seseorang sekuler dengan perilaku munafik maka disamping alam
dirinya terbentuk keterpecahan mental juga menjerumuskan banyak manusia. Ketika
media masa sekuler dengan tayangan perilaku porno maka akan menimbulkan
masyarakat pezina, dst. Ketika negara sekuler dengan menjual migas ke Negara
asing, diantaranya Exxon Mobil mencapai hampir 85% maka harga-harga
dalam negeri menjadi mahal tidak terkendali sehingga banyak terjadi gangguan
mental sosial yang ditandai dengan banyaknya rakyat yang stress, depresi,
gantung diri, penipu, pencuri, penjambret, dst. Itu semua dampak negara
sekuler. Sebab dalam Islam, dalam kitab Nidzam Iqtishad fil Islam (Sistem
Ekonomi Islam) dikatakan bahwa tambang bumi merupakan kepemilikan umum (milkiyah
‘ammah) yang dikelola negara untuk kemakmuran rakyat. Bukan diobral pada
asing yang akhirnya (dengan gangguan jiwa sekuler itu) rakyat juga semakin
berantakan.
Oleh karena itu, bisa kami sarankan bahwa dalam upaya menggapai kehidupan
individu, masyarakat dan negara yang sehat fisk dan mental maka buanglang
penyakit ideologi yang sekuler itu menuju tatanan Islam yang totalitas. Wallahu
a’lam. Baiturokhim
0 comments:
Post a Comment