Penerapan sistem baru untuk sertifikasi guru 2012 masih tahap sosialisasi. Namun, gelombang penolakan semakin kencang. Diantaranya memprotes fase ujian kompetensi bagi bakal calon peserta sertifikasi guru. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bergeming, dan tetap menjalankan fase ujian kompetensi.
Diantara pihak yang paling getol memprotes saringan ujian kompetensi ini adalah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Induk organisasi profesi guru yang memiliki anggota tiga juta lebih ini, menilai jika ujian kompetensi akal-akalan Kemendikbud untuk memangkas peserta kuota sertifikasi guru 2012.
Seperti diketahui, tahun depan Kemendikbud menargetkan membuka kuota sertifikasi guru mencapai 300 ribu orang. Ketua Umum Pengurus Besar (PB) PGRI Sulistyo di kantornya kemarin (15/11) mengaku khawatir jika penerapan ujian kompetensi ini membuat kuota tidak terserap 100 persen. "Kalau seperti itu kan sayang," katanya. Jika kondisi ini terjadi, ujung-ujungnya muncul anggapan bahwa pemerintah tidak sanggup memberikan tunjangan profesi kepada jutaan guru pemegang sertifikat pendidik.
Sulistyo berpendapat, sejatinya ada sejumlah aturan positif dalam pelaksanaan sertifikasi guru tahun depan. Diantaranya, memprioritaskan guru berumur lebih dari 50 tahun. Aturan yang disambut baik selanjutnya adalah, menggunakan acuan lama mengajar dan jenjang pangkat golongan sebagai penentu skala prioritas.
"Seharusnya aturan-aturan ini saja yang digunakan. Tidak perlu melakukan ujian kompetensi," tandas Sulistyo. Apalagi, dalam undang-undang guru dan dosen disebutkan jika pendidik tidak perlu melewati ujian kompetensi untuk mendapatkan sertifikat pendidik.
Menurut Sulistyo wajar jika PGRI merasa cemas terhadap aturan ujian kompetensi kepada guru bakal calon peserta sertifikasi. Dia menerangkan, ujian ini berpotensi menyulitkan guru-guru berumur lebih dari setengah abad untuk lolos mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) lalu mendapatkan sertifikat. Seperti diketahui, dengan memegang sertifikat ini pendidikan mendapatkan tunjangan profesi pendidik (TPP) minimal satu kali gaji pokok per bulan. Bagi guru non PNS, TPP sebesar Rp 1,5 juta per bulan.
Prediksi banyaknya guru tua tidak lulus di ujian kompetensi, memunculkan peluang terjadinya praktek suap. Jika tidak diawasi dengan ketat, para guru ini rela mengeluarkan duit kepada joki atau panitia ujian kompetensi supaya bisa lulus ujian dan berhak ikut PLPG. "Mumpung peraturan menterinya belum dibuat, masih ada waktu untuk evaluasi total," jelas pria yang juga menjadi anggota DPD itu.
Selain mempersoalkan aturan ujian kompetensi, Sulistyo juga mengatakan persoalan pelik penetapan Nomor Induk Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) sudah mulai muncu. "Hari ini saya menerima laporan jika pemberkasan NUPTK di Brebes dan Kendal kacau," ungkap dia.
Rata-rata, kekacauan yang terjadi karena oknum petugas dinas pendidikan setempat yang bertugas mengentri data guru dan tenaga kependidikan (seperti tata usaha, tukang kebun, penjaga koperasi) ogah meng-upload data guru bakal calon peserta sertifikasi. "Ujung-ujungnya minta duit. Kalau tidak begitu meminta guru langsung mengentri ke pusat (Jakarta, Red)," papar Sulistyo.
Menurutnya, di lapangan guru atau tenaga kependidikan tidak bisa mengentri data NUPTK sendiri. Baik itu di laptopnya sendiri maupun di warnet. Entri data harus dikebut di dinas pendidikan setempat. Sebab, jika setiap bakal calon peserta sertifikasi diberi keleluasaan mengentri data sendiri, praktek manipulasi data sulit dibendung.
Menanggapi sikap protes PGRI tadi, Mendikbud Muhammad Nuh dengan enteng mengatakan ujian kompetensi bagi bakal calon peserta sertifikasi tetap dilaksanakan. "Tapi standar kelulusan yang kita tetapkan tidak terlalu tinggi," kata dia. Ibarat ulangan harian, betul separuh atau dapat angka 50 bisa lulus. Namun, Nuh mengatakan secara pasti batas nilai terendah kelulusan ujian kompetensi ini.
Para guru bakal calon peserta sertifikasi, terutama yang sudah tua, dihimbau tidak terlalu khawatir dengan pelaksanaan ujian kompentensi ini. "Kalian jangan meremehkan kemampuan guru senior," kata Nuh ketika ditemui di ruang kerjanya kemarin (15/11). Dia memiliki pengalaman diajar guru senior yang hafal semua rumus-rumus matematika. "Saking menguasi materi, dia tidak bawa buku. Buku di-tekuk (dilipat, Red) dimasukkan di saku," lanjut Nuh.
Nuh membenarkan jika imbas dari pelaksanaan ujian kompetensi ini kuota sertifikasi guru bisa tidak terisi penuh. Misalnya, dari 400 ribu peserta ujian kompetensi, ternyata yang nilainya diatas batas minimal hanya 270 ribu. Maka, yang diputuskan bisa ikut PLPG ya hanya 270 ribu orang itu. "Tidak model di-ranking. Tapi acuannya nilai," kata dia.
Bagi guru yang tidak lulus ujian kompetensi ini, bakal dibimbing secara intensif untuk mengikuti ujian tahap berikutnya. Nuh menjelaskan, pendidik atau guru harus benar-benar professional. Sebab, jika profesionalisme guru ini disepelekan, taruhannya adalah kualitas pendidikan putra-putri bangsa. (jpnn.com)
0 comments:
Post a Comment